Selasa, 30 Maret 2010

Pengantin Surga

Pengantin Surga

oleh: Yuni Astuti

Saat itu kudengar namamu disebut oleh malaikat dalam mimpi,
Kau adalah pengantin abadiku.
Kuterbangun dari mimpi,
Kutemukan dirimu menantiku di ujung jalan,
Dengan sekeranjang batu dari surga….

“Maa syaa Allah! Sepagi ini sudah dimulai? Keterlaluan!” Asma’ tergopoh menuju ruang tengah, melihat situasi di jalanan depan rumahnya. Ia menggigit bibir, menahan perih dalam hatinya. Memikirkan anak-anak didiknya di masjid samping rumahnya. Bagaimana hafalan mereka, sudah sampai juz berapa.


Asma’ terkejut saat pundaknya ditepuk oleh adik lelakinya. Usia mereka terpaut dua tahun. Asma’ adalah gadis tujuh belas tahun.

“Hai Asma’! Apa yang kaulakukan di sini. Sudah lewat waktu dluha tetapi kau masih diam saja. Bagaimana murid-muridmu!”

Asma’ tersentak. Ia merasa diingatkan, seharusnya ia mengurusi murid-muridnya, bukannya malah terbengong saja melihat pemandangan biasa di luar rumah. Ya, hari ini, Israel kembali menyerang Gaza untuk ke sekian kalinya. Nampaknya pemboikotan sudah tak begitu mempan bagi warga Gaza, mereka tetap bertahan. Mempertahankan bumi yang di dalamnya terletak masjid yang disebut dalam al-Qur’an surat al-Isra.

“Kau benar wahai Firaz! Baiklah aku akan segera menemui murid-muridku!” tak lama kemudian, Asma’ masuk ke kamarnya, mengenakan cadar lantas melangkah keluar rumah dengan lapang. Sesekali terdengar dentuman senjata-senjata Israel, namun itu tak menyurutkan langkahnya menemui murid-muridnya di masjid seperti biasanya.

Anak-anak kecil usia lima sampai sepuluh tahun berbaris menantinya di teras masjid—yang bangunannya sudah tak utuh lagi—menanti Asma’ sang guru. Di wajah mereka tampak semburat sinar keperkasaan tanpa sedikitpun rasa takut. Asma’ telah menanamkan benih-benih keberanian dalam jiwa-jiwa mereka, sehingga tatkala Asma’ menghampiri mereka, berebut satu persatu dari anak-anak kecil itu berteriak, “Ummi kapan kita berperang!”
“Ummi, kita harus mempertahankan tanah kaum Muslimin ini…” “Tak adakah Ummi, saudara kita dari negeri-negeri kaum Muslimin lainnya yang mendengar teriakan kita meminta bantuan?”

Asma’ menitikkan airmata di balik cadarnya, ia begitu terharu mendengar permintaan murid-muridnya untuk berjihad melawan kafir penjajah. Mereka masih sangat muda, namun pemikirannya sudah sangat jauh melesat melebihi anak-anak lain seusia mereka. Perang dan kematian bukan lagi menjadi sesuatu yang menakutkan. Asma’ sering menceritakan, bahwa jiwa para syuhada itu akan terus hidup dan masuk surga atas izin Allah. Jika kita menolong agama Allah maka Allah akan menolong kita dan meneguhkan kedudukan kita.

“Ummi….Ummi…….!!!” teriak mereka. Asma’ lalu mengajak mereka masuk ke masjid, menenangkan mereka semuanya yang jumlahnya selalu tak pernah berkurang justru semakin bertambah. Sepuluh orang kini.

“Dengarkan Ummi. Meski jumlah kalian sepuluh orang, Allah akan melipatgandakannya menjadi ratusan bahkan ribuan sehingga kafir penjajah itu akan kewalahan menghadapi kalian.”

Kata-kata itu semakin mengobarkan semangat jihad mereka. Asma’ kemudian mengecek hafalan mereka. Yang paling besar, Umar, paling pendiam di antara semuanya sudah hafal 30 juz. Dua hari yang lalu ia membacakan seluruh isi Al-Qur’an dan kini ia hanya ingin segera keluar masjid untuk melawan Israel. Usianya, sembilan tahun.

***
Di tengah kesunyian sepertiga malam, Asma’ menemui Allah. Airmata tak henti-henti mengucur dari sumbernya, ribuan kali ia berdoa agar kaum Muslimin dapat memenangkan peperangan dengan kafir penjajah itu. Tubuhnya semakin kurus sebab makanan pokok sudah sangat susah didapatkan. Harus sembunyi-sembunyi melewati lorong-lorong ke Mesir yang kini perbatasan Jalur Gaza-Mesir diblokade oleh pemerintah Mesir. Ya Allah, di manakah saudara-saudara kami? Di manakah bagian tubuh kami, apakah mereka tak merasakan sakit seperti yang kami rasakan? Ya Allah, sudah matikah hati mereka sehingga tak dapat lagi merasakan perih pada salah satu anggota tubuhnya? Atau mata mereka telah buta sehingga tak dapat melihat pembantaian ini? Ataukah telinga mereka tuli sehingga tak dapat mendengar jerit tangis kami? Apakah tangan mereka telah lumpuh sehingga tak dapat mengulurkan tangan menolong kami? Ya Allah….apakah kaki mereka telah patah sehingga tak dapat berlari menyongsong kami? Di mana mereka? Kelak hanya kepada-Mulah kami kan mengadu di Hari Pembalasan, di sana keadilan kan ditegakkan. Ya Allah…Engkaulah pemilik masjid al-Aqsha maka Engkau pulalah yang akan menjaganya….

“Wahai Asma’!” Firaz telah berdiri di sampingnya. “Mengapa engkau menangis?” “Hai Firaz! Tidak bolehkah aku menangis di hadapan kekasihku?” Firaz yang masih sangat belia itu lalu menceritakan pengalaman ia sehari ini melempari tentara Israel dengan batu-batu tajam. Seorang tentara yang lengah terkena dahinya sehingga darah mengucur deras dan paniklah ia. Itu mengacaukan laju tank mereka, membuat Firaz dan teman-temannya semakin semangat melempari mereka dengan batu.

“Asma’, sudah siapkah engkau menikah?”

Asma’ tentu saja kaget mendengar pertanyaan itu. Ia belum sempat memikirkan masalah itu. Ia hanya memikirkan bagaimana caranya murid-muridnya bisa menjadi mujahid-mujahidah pemberani tanpa rasa takut sedikitpun. Menikah baginya adalah suatu gambaran mimpi yang sulit untuk diwujudkan. Dengan siapakah ia akan menikah, ia tak tahu.

“Menikahlah Asma’! Aku akan menjadi walimu.”

Asma’ teringat Ayahnya yang tewas dibantai tentara Israel sepuluh tahun lalu ketika ia masih kecil. Sedangkan ibunya sudah syahidah ketika melahirkan Firaz. Mereka kini hidup sebatangkara.

Sinar mata Firaz begitu tajam, menghujamkan keyakinan di hati Asma’. Menikah? Dengan siapa?

“Kau akan kunikahkan dengan sahabatku, Abdurrahman namanya. Dia penembak jitu. Setiap batu yang ia lemparkan, nyaris selalu tepat mengenai tentara Israel. Dia kuridhoi agama dan akhlaknya. Insya Allah dia akan menjadi ayah bagi para mujahidmu. Bersamanya, kau akan ke surga, Insya Allah. Menikahlah Asma’, sesungguhnya aku ingin sekali melihatmu bahagia. Kita harus mempersiapkan banyak mujahid agar bisa melanjutkan perjuangan kita…” kini Firaz menepuk pundak Asma’.

Asma’ hanya diam. Seakan-akan ia pernah mendengar nama yang tadi Firaz sebutkan, namun entah di mana. Hanya sayup-sayup…

Firaz tersenyum, “Diammu adalah persetujuanmu.”
***

Tiga hari lagi pernikahan akan dilangsungkan. Asma’ telah membuat sebuah baju pengantin dengan tangannya sendiri. Sejauh ini ia belum pernah bertemu dengan Abdurrahman. Lelaki itu, bersama adiknya selalu berangkat pagi untuk melawan tentara Israel dan pulang tengah malam dengan hasil yang luar biasa. Banyak tentara Israel yang terluka oleh batu-batu yang dilemparkan mereka.

Menanti mujahidnya itu datang, Asma’ senantiasa bersabar mendengar kabar yang menyedihkan sekaligus membahagiakan. Satu persatu murid-muridnya berkurang karena mereka menjadi syuhada perang. Termasuk Umar, pagi tadi ia ditemukan dalam kondisi tubuh terkoyak karena jenazah yang sudah ditembak tentara Israel dimakan oleh anjing-anjing mereka. Airmata Asma’ menetes haru. Kini, semakin sedikitlah muridnya, mereka yang sudah menghafal al-Qur’an dalam usia dini, gugur sebagai syuhada. Maka hari bahagia itu pun datanglah. Asma’ duduk di dalam kamarnya sementara di masjid sedang dilangsungkan akad nikah. Berarti, pagi ini Abdurrahman tidak melempari tentara Israel dengan batu. Berdebar hati Asma’ menanti kedatangannya, yang belum pernah dilihatnya tetapi jika ia sudah mengetuk pintu, artinya dia adalah seorang lelaki yang harus ia cium tangannya. Harus ia patuhi sepenuh hati. Dan dialah Khalifah rumah tangganya.

Waktu terus merayap, hingga waktu dluha telah habis namun pengantinnya tak kunjung mengetuk pintu kamarnya. Lama sekali….

Hingga ahirnya pintu diketuk, Asma’ membukanya ternyata Firaz datang dengan kepala menunduk. Tangan kanannya memegangi perut bagian kirinya “Hai Asma…” suaranya lirih.

Asma’ menahan nafas, menanti kalimat Firaz selanjutnya. “Katakan wahai Firaz!”

“Abdurrahman sudah menjadi suamimu…”

Asma’ mengucap hamdalah.

“Akan tetapi….Allah telah memintanya darimu. Apakah engkau ridho? Selepas akad nikah tadi, dengan ganas tentara Israel masuk dan menembaki siapapun yang ada di masjid. Aku pun…. ah….” ia roboh ke lantai. Tangan kanannya terlepas dari perutnya yang mengucurkan darah segar.

“Masya Allah!” Asma’ merangkul saudaranya, sehingga penuh darahlah baju pengantinnya yang putih dan bersih itu. Rupanya Firaz masih mampu berlari menuju Asma’ untuk memberitahukan kabar gembira bahwa Abdurrahman telah menjadi suami Asma’.

“Laa ilaaha illallah…Muhammad Rasulullah….Allahu Akbar…..” tak lama kemudian, mata Firaz terpejam dengan tenang.

Belum sempat bagi Asma’ untuk menangis, ia melihat dua tentara Israel mendobrak paksa pintu rumahnya. Melihat Asma’ begitu anggun tanpa cadar, membuat dua tentara bengis itu terbakar nafsu hendak menodai pengantin itu. Asma’ begitu marah, hingga rasanya ia ingin balas menyiksa tentara Israel tersebut. Mereka telah membunuh seluruh keluarganya, termasuk suami yang belum pernah dilihat sekalipun wajahnya. Beberapa bongkah batu di dekat Asma’ seakan berbicara padanya, “ambil aku! Lemparkan aku pada mereka, biarkan aku yang menerkamnya atas izin Allah!”.

Asma’ pun meraihnya dan melemparlan tepat di kening seorang tentara. Ia panik. Darah mengucur di wajahnya. Lalu seorang lagi ia lempar dengan batu yang lain hingga keadaannya sama seperti temannya. Mereka meraung. Asma’ segera keluar rumah dengan berlari, ia ingin ke masjid menemui jasad suaminya. Ia ingin mencium tangannya untuk pertama dan terakhir meski dalam keadaan tak bernyawa. Ia terus berlari… Namun, sebelum Asma’ bertemu dengan suaminya di masjid itu, seorang tentara Israel yang sedang berkeliaran di jalan menembaknya dari belakang.

Benda tajam rasanya memotong-motong seluruh tubuhnya. Lama kelamaan ia lemas dan pengantin itu pun roboh ke tanah, sedikit lagi saja untuk sampai ke masjid.

Sebelum nafas terakhirnya terhembus, sebelum dua kalimat syahadat ia senandungkan, ia melihat Abdurrahman untuk pertama kalinya sedang tersenyum padanya dan mengajaknya berjalan berdua. Hanya berdua.[yN]


Serang, 8 Maret 2009
^ketika Allah telah membeli jiwa dan harta kita dengan surga-Nya^

sumber : http://www.islamuda.com/?imud=rubrik&menu=baca&kategori=2&id=537

Jangan Bosan Berdoa

Jangan Bosan Berdoa

oleh: Akhiril Fajri

Penahkah kita menyadari, bahwa sebagai manusia secara fitrah kita adalah makhluk yang lemah, serba kurang, serba terbatas? Karenanya, secara fitri pula kita membutuhkan sesuatu yang mampu memenuhi segala kekurangan kita itu.

Dan secara rasional, tempat kita memohon tentulah bukanlah pada makhluk yang memiliki sifat yang sama: lemah, kurang, serba terbatas. Karenanya betapa bodoh mereka yang memohon pada hewan, api, matahari, patung-patung, atau sesama manusia. Kita memohon pada Rabb yang tidak terbatas, yang maha segalanya. Dialah Allah SWT. Rabb sesungguhnya.

Betapa beruntungnya siapa saja yang menjadi muslim. Sebab, mereka telah menemukan Rabb yang sangat senang mendengarkan dan mengabulkan permintaan. Rabb kita bukanlah “dewa” yang tuli, yang budek atas permintaan penyembahnya atau penguasa jagad yang angkuh, yang gemar mengkadali permohonan para pengikutnya. Pun, bukan zat yang haus darah, yang puas atas kebodohan pemujanya, lantaran memberi tumbal untuk setiap keinginan. Bukan, Rabb kita bukanlah tuhan murahan seperti itu. Rabb yang diagungkan umat Islam adalah Rabb yang pemurah dan maha penyayang. Saking pemurahnya, hewan melata pun diberi-Nya rizki. “Tiada seekor hewan melata pun dimuka bumi, melainkan ditanggung Allah rizkinya.” (QS Hud:6)

Maka, apa yang menghalangi kita untuk mengungkapkan kelemahan, kekurangan, dan keterbatasan kita pada-Nya? Mengapa kita sungkan menengadahkan tangan, meminta dan berdoa pada Allah SWT? Mintalah kepada Allah, karena Allah senang jika diminta.”

Berdoa adalah permintaan seorang hamba kepada rabb-Nya. Selama tidak menyalahi hukum dan aturan-Nya, apa saja bisa kita minta. Keselamatan, ilmu yang bermanfaat, harta yang barakah, ampunan dosa, atau karier. Lewat doa, kita curhat kepada Allah SWT, mengadukan keterbatasan dan kelemahan kita menghadapi hidup yang kian keras.

Jika begitu, berarti doa adalah tanda mereka yang putus asa? Boleh-boleh saja Karl Marx berkata demikian. Toh, ia sendiri tak bisa mungkir kalau hidup manusia penuh ketergantungan. Pada orang lain, alam semesta, dan tentu saja pada Rabb-nya. Dengan tidak berdoa, berarti kita mengelabui kelemahan diri. Berjalan mendongakkan kepala. Padahal kaki kita terseok-seok. Allah SWT murka pada orang demikian,”Siapa yang tidak berdoa kepada Allah, niscaya ia akan murka kepadanya.” (HR. At-tirmidzi)

Dengan berdoa, berarti kita mengakui kelemahan diri di hadapan ilahi, pemilik jagad semesta ini. Hanya manusia yang sadar bahwa ia makhluk yang lemah yang mau memohon bantuan penciptanya. Mereka akan mudah mengangkat tangan tinggi-tinggi kehadirat Allah, berdoa dengan wajah memelas dan harap-harap cemas. Air mata mereka mengalir membasahi pipi dan bercucuran ke bumi tanda pasrah pada keputusan Rabb mereka.

Namun, kenyataannya tak banyak manusia seperti itu. Kebanyakan manusia mengklaim bahwa kekuatannya tak terbatas, dan bahwa tak ada yang tak mungkin bagi dirinya. Lalu, seperti Qarun-Qarun baru, mereka dengan congkak berkata,”Aku memperoleh semua (harta benda) ini berkat ilmu pengetahuanku sendiri.” Bergelimang dalam kemewahan dunia telah membutakan mata hatinya. Hingga lupa pada Allah SWT.”Tidakkah ia tahu, bahwa Allah telah membinasakan umat-umat sebelum mereka yang lebih kuat dan lebih banyak mengumpulkan (harta)?” (QS. Al-qashash: 78). Dan Qarun pun berakhir dengan tragis, ditelan bumi, lantaran Allah SWT. murka padanya.

Maka, janganlah bosan berdoa. Selama apa yang kita minta dan tata cara memintanya tidak menyalahi aturan-Nya. Insya Allah akan terkabul. Jika belum, bersabarlah, mungkin belum saatnya. Dan, bila tidak sesuai dengan keinginan, kita pun tak usah khawatir. Percayalah, Dia pasti menyediakan alternatif lain yang terbaik buat kita. bukankah Allah SWT. maha tahu apa yang dibutuhkan hamba-Nya? Lagi pula, doa adalah ibadah. Karenanya, kita takkan merugi. Sekecil apapun permintaan kita pada Allah SWT, akan diganjar pahala. Jadi, jangan pernah bosan untuk berdoa. Wallahua’lam bi as-showab.
sumber : http://www.islamuda.com/?imud=rubrik&menu=baca&kategori=3&id=557

Ikhwan Mana Suaramu?

IKHWAN MANA SUARAMU?

ikhwan suara

Perlu di ternak-in nih, ikhwan disini, kata salah satu teman “maya” ana yang bilang kalo ikhwannya dikit bet,dah. Emang perlu di ternak-in nih (emang ayam). Tapi renungan juga sih buat ana, ikhwannya pade kemane? Mungkin ini yang ada di benak para akhwat (sok tauuuu), ikhwan yang diandalkan buat perjuangan, ikhwan yang akan didampingi para akhwat jumlahnya sedikit ?(malu atuh kang).


Mungkin beberapa masalah dari ikhwan

1. Lebih penting untuk kerja dan ngurusin masa depan (keluarga)
2. Waah rugi ga nikmatin masa muda, gubrak!
3. Ngaji, ahh kaya emak-emak aja (gila loo)

dan masih segudang alasan KLISE lainnya, (emang rugi ga nikmatin masa muda hehehehe, tok), ah toh nikmatin masa muda berbagai macam cara kok,tul gak? Yang begini nih apa kata dunia persilatan (lho).

GOMBAL BOLEH, TAPI !

Sabar ukh, ana bukan mau belain kok (mode ngeles ON), tapi emang boleh kok dan para wanita termasuk juga akhwat kan seneng digombalin (hayo ngaku!), Jadi kasihan juga kalo dapet pasangan ga bisa ngerayu pasti BTT (Butuh Tatih Tayang). Dan ikhwan juga jangan seneng dolo emang dah punya akhwat yang mau di rayu? Isteri loo !.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan dusta dalam tiga perkara: peperangan, mendamaikan dua orang berselisih, dan pembicaraan suami kepada isterinya.”(HR AHMAD)

“Tentu dustanya bukan dusta untuk menipu dan mengelabui. Bukan karena ingin mengkhianati. Bukan karena ingin menyembunyikan hal yang seharusnya diketahui bersama atau mengada adakan kebohongan atas sesuatu yang tak perlu. Dutanya adalah dusta yang menguatkan ikatan, menghargai, dan memberi motivasi. Dustanya bisa berupa kalimat romantis menyanjung penampilan. Dustanya adalah pujian untuk masakan yang keasinan. Dustanya bisa jadi berwujud ekspresi manja penuh kerinduan, ataukata-kata I miss you padahal baru berpisah dua jam yang lalu.” (Salim A. Fillah, NPSP)

dan untuk para akhwat juga jangan pas suaminya ngerayu jangan cemberut karena gombal itu bohong, anggap itulah pujian untuk saling mengikat.

METROSEKSUAL ATAU UBERSEKSUAL

Mungkin kata-kata diatas jadi ga asing lagi buat antum, tapi GPP kan kalo ngejelasin ulang (kan temen antum disebelah ga tau !). Bisa digambarkan cowok yang suka berdandan seperti wanita, suka kesalon, manicure, pedicure, merawat kulit ga mau kena sinar matahari takut item (drakula kali!). Tetapi pria ini tidak menunjukkan “KEBIMBANGAN” dirinya sebagai laki-laki. Ngomong tetap Bass, Jalan ga kemayu, jadi ga kaya bencis gitu.

Antum mau sperti itu (buat ikhwan)?. Mending jangan deh, kita bukan orang yang takut ke matahari karena kita sering “berdemo”, kita bukan orang yang takut tangan kita kasar karena kerja di tempat pencucian untuk tambahan dana acara dakwah kita.

Kita adalah laki-laki UBERSEKSUAL yang mengisi waktu luang kita dengan membaca buku atau browsing berita di Internet sewaktu laki-laki lain terlena dengan lagu-lagu “cabul” diwaktu senggangnya, kita adalah orang yang mempersiapkan diri untuk menikah dengan selalu memperbaiki diri, disaat orang lain terlena dengan Lumpur zina yang mereka namakan “pacaran”.

Kita adalah laki –laki yang tidak perlu keluar masuk salon untuk perawatan tubuh karena kita sudah mandi dengan bersih dan berpakaian rapi karena dengan itu pesona yang kita punya akan dengan sendirinya terpancar (bukan tebar pesona), kita adalah yang sangat menghargai wanita oleh karena itu kita selalu berpaling setiap wanita “memperlihatkan” perhiasannya. Kita adalah orang yang memilih sesame jenis untuk menjadi teman baik kita.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”(QS.An-Nahl:97)

Mulai dari ini azzamkan niat kita dan katakan akulah mujahid yang berdakwah dan berjihad di jalan Allah azza wa jalla, aku telah menjual diri ini dan harta ini kepada Allah dan tidak akan kujual selain kepada-Nya, akulah laki-laki sang pemimpin yang tak gentar menghadapi siapapun, walau dihina, diusir, disakiti maupun dibunuh karena inilah keindahan cinta dalam mencumbu jihad. Allahu Akbar !

[Martias Al-Fatih]

sumber : http://forumkonspirasilangit.co.cc/?p=181

Jumat, 26 Maret 2010

Sebuah Salam dari sub departemen Karya dan Kreatifitas

Bismillah...
Assalamu'alaykum warahmatullah wabarakatuh...

Segala puji tiada henti kita panjatkan kepada Rabb Sang Pencipta kita bahwa kita pada hari ini masih diberi nikmat yang tiada henti-hentinya hingga kita menutup mata nanti. Dan tak lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasul junjungan kita, manusia terbaik.

Ikhwah fillah, sudah selayaknya kita sebagai da'i memanfaatkan peluang yang ada untuk berdakwah. Di mana salah satu peluang tersebut adalah ranah dunia maya ini, agar metode dakwah kita tidak hanya terpaku pada itu-itu saja melainkan ada inovasi tersendiri. Dalam rangka itulah Blog ini hadir dihadapan kita semua, disamping memanfaatkan media ini untuk bersyiar/berdakwah dapat juga untuk menyambung silaturahim dan mencari informasi tertentu yang mungkin bermanfaat dan diperlukan... Insya Allah...



Salam........
Sub departemen Karya dan Kreatifitas