Rabu, 28 April 2010


Nih dia yang ditunggu-tunggu.
Hehehe, :p

Hal yang sangat menarik salah satunya adalah menyimak romantika di dunia aktivis dakwah. Di antara sebegitu banyak yang memiliki komitmen perjuangan, ada juga beberapa yang suatu saat kadang tergelincir pada jebakan interaksi ikhwan-akhwat. Karena memiliki amanah yang sama, sesama pengurus harian lembaga, atau berada dalam satu bidang, bisa juga dalam satu kepanitiaan, membuat interaksi kerja menjadi lebih intens.

Intensitas hubungan kerja itu suatu saat dapat menumbuhkan benih-benih simpati atau bahkan cinta di antara ikhwan dan akhwat. Hal ini bisa jadi fenomena yang wajar, karena cinta kepada lawan jenis itu fitrah manusia, katanya. Tapi meski fitrah, tetap aja ada resikonya, terutama pada keikhlasan beramal, sehingga bila ada bibit riya’ dan ujub bisa menghanguskan pahala yang seharusnya didapat. Namun jika ternyata tidak dapat mencegah adanya perasaan seperti itu, ya harus berusaha menjaga keikhlasan, dan tetap simpati (simpan dalam hati). Apabila perasaan itu telah mewujud pada realisasi amal, baik lisan maupun perbuatan, maka tak ayal akan terjadi juga gombalisasi di sini.

Sering seseorang ingin mengekspresikan atau menyampaikan perasaannya yang sedang membuncah karena cinta. Bagi aktivis dakwah, hal seperti ini mustinya disimpan rapat-rapat dalam lubuk hatinya, jangan sampai si “dia” memergoki adanya perasaan itu. Gengsi dong!! Namun suatu saat pertahanan itu bisa jebol manakala perasaan itu makin menjadi-jadi sedang keimanan dalam kondisi menurun. Maka lahirlah sebentuk perhatian pada si “dia”, baik berupa nasehat, tausiyah, pujian, menanyakan sesuatu (baik tanya beneran atau pun pura-pura bertanya hayoo…) atau sekadar menanyakan kabar. Entah itu lewat SMS, telpon, saat chatting, via e-mail … bisa juga dalam rapat koordinasi.

Dari pengamatan penulis, yang paling banyak terjadi adalah adanya gombalisme via SMS, kita sebut saja sebagai SMS gombal. Kita simak contoh SMS-SMS ini….

“Aslm. Apa kbr? Ukhti, ana sungguh kagum dgn semangat Anti. Amanah Anti di mana-mana namun semuanya bisa tetap tawazun (seimbang). Anti benar-benar mujahidah tangguh. Tetep semangat ya Ukht!”

“Salut sama Ukhti! Anti sungguh militan. Hujan deras seperti itu datang rapat dgn jalan kaki. Jaga kesehatan ya. Saya nggak rela klo Anti sampai jatuh sakit…”

Akhwat : “Aww. Apa kabar? Akhi, sedang ngapain nih? Sudah makan belum? Jangan sampai lupa makan ya..”
Ikhwan : “Www. Alhamdulillaah, menjadi jauh lebih baik setelah Anti SMS ^_^. Ane sedang memikirkan seorang bidadari dunia yang begitu anggun mempesona. Hmm… ane belum makan, tapi dah gak terasa lapar klo ingat sama Anti…”

(Halah… gombal semua tuh!!!)
Ada yang lebih parah nih … kayak gini:
“Aww. Wah .. Anti makin terlihat anggun dengan jilbab biru tadi…”

“Assalaamu ‘alaikum. Apa kbr? Lama nggak kontak ya. Ane kangen ma suara Anti…”

“ … Ane janji akan menikahi Anti setelah lulus nanti ….”

Oh .. nooo!! Aneh-aneh aja isi SMS-nya. Mungkin lebih banyak lagi SMS-SMS aneh lainnya yang belum terdeteksi. Hmm.. bagaimana reaksi si penerima? Ya bervariasi, ada yang cuek saja, ada yang merasa risih, ada yang membalas biasa, ada yang bertanya-tanya bin penasaran, ada juga yang suka dan berbunga-bunga, ada yang kemudian menaruh harapan. Kita simak penggalan berikut…

Pada dini hari sekitar pukul dua pagi, suara berisik nada SMS membangunkan seorang akhwat dari perjalanan tidurnya. SMS dari siapa nih malam-malam gini, pikirnya. Serta merta dia buka SMS-nya, hah… dari seorang ikhwan, bunyinya:

”Wahai Ukhty, segera terjagalah dari mimpi indahmu, bangunlah dari peraduanmu, basuhlah wajah dan anggota tubuhmu agar bersinar di hari kemudian, bersujud dan bersimpuhlah kepada Allah, agungkanlah Asma-Nya. Niscaya Allah akan meridhoi langkah kita dan mengabulkan cita dan harapan kita.”

Sang akhwat tertegun, ngapain malam-malam begini si ikhwan itu ngirim SMS, kurang kerjaan aja. Dasar, sok perhatian! Namun tanpa sadar jari-jari lentik akhwat itu mengetik balasan:

“Jazakallah khairan, Akh. Jangan kapok tuk sering ngingetin ane ya…”

Nah lo!!

Coba dirasa-rasakan, apa SMS-SMS semacam itu tidak beresiko?
Bagus sih sepertinya, membangunkan untuk sholat tahajud … tapi efek sampingnya bisa menimbulkan penyakit-penyakit hati. Bikin merajalelanya VMJ (Virus Merah Jambu). Waa.. kalau virus yang satu ini menyebar, bisa repot. Sulit nyari vaksin atau anti virusnya.

Makanya… ingat, penyebab awal perlu dicegah, yakni adanya gombalisasi. Kalau si gombal dah nyebar, maka sedikit banyak korban bisa berjatuhan. Baik ‘lecet-lecet’ ringan maupun ‘luka’ berat. Bahkan nanti gak hanya berdampak pada hati, tapi juga fisik. Lha bayangin aja … kalau jadi gak enak makan, gak nyaman tidur karena tiap mau makan .. ingat dia, mau tidur … ingat dia, mau ngapain aja ingat dia, apa gak lama-Rata Penuhkalamaan bisa kurus tuh? Trus …siapa korbannya? Siapa lagi kalau bukan kaum wanita/akhawat. Mestinya paham dong gimana fitrah perasaan mereka. Mereka seneng dan suka bila diberi perhatian … bisa berbunga-bunga hatinya. Dan tipe cinta mereka (kebanyakan) adalah jatuh cinta sekali yang dibawa sampai mati, kayak Nurul dalam novel AAC itu loh… Trus mereka juga mudah berharap. Nah tuh … coba pikir kalau sampai mereka jatuh cinta, kemudian sampai berharap. Jika kemudian cinta dan harap itu tidak kesampaian, apa nggak sakiiiit banget nanti? Apa tega, mendholimi mereka seperti itu?

So, khususnya bagi para ikhwan, jaga diri, jaga hati, jaga gengsi. Jangan asal kirim SMS, lebih-lebih SMS gombal bin murahan. Juga .. jangan asal balas SMS, apalagi dengan SMS gombal. Ini nih contoh balasan yang ngegombal….

Akhwat : “Ane pengin rihlah, ke syurga …”
Ikhwan : “Ukhty, ke mana pun Anti mau pergi, saya akan bersedia menemani, meski taruhannya jiwa ini …” (He..he..he.. peace Ukht v ^_^ )

Nah!! Dasar gombal! Jaga gengsi dong. Ini nih…. Barisan kata berikut mungkin bisa menggambarkan ikhwan yang nggak mau nggombal.

Karena Aku Mencintaimu Wahai Ukhty… Karena aku mencintaimu, maka aku ingin menjagamu Karena aku mencintaimu, aku tak ingin terlalu dekat denganmu Karena aku mencintaimu, aku tak ingin menyakitimu Karena cintaku padamu, Tak akan kubiarkan cermin hatimu menjadi buram Tak akan kubiarkan telaga jiwamu menjadi keruh Tak akan kubiarkan perisai qolbumu menjadi retak, bahkan pecah Karena cinta ini, Ku tak ingin mengusik ketentraman batinmu, Ku tak ingin mempesonamu, Ku tak ingin membuatmu simpati dan kagum, Atau pun menaruh harap padaku. Maka biarlah… Aku bersikap tegas padamu, Biarlah aku seolah acuh tak memperhatikanmu, Biarkan aku bersikap dingin, Tidak mengapa kau tidak menyukai aku, Bahkan membenciku sekali pun, tidak masalah bagiku…. Semua itu karena aku mencintaimu, Demi keselamatanmu, Demi kemuliaanmu.

So, sekali lagi bagi para ikhwan, jangan jualan gombal, jangan obral janji. Gak usah deh sok perhatian, terlebih lagu bilang suka atau cinta. Bisa fatal tuh akibatnya! Mau jadi orang dholim?? Tegaskan semenjak sekarang, hal seperti itu tabu kalau belum nikah. Kalau dah nikah sih … puas-puasin aja bilang cinta seratus kali sehari ama istrinya. Sampai dhower deh, terserah! ^_^

Bagi para akhwat, hati-hati binti waspada Ukht … jangan mudah digombali. Jangan percaya dengan kata-kata suka, cinta atau janji-janji. Jangan mudah menambatkan hati, jangan mudah berharap. Stay cool, calm, confident. Perisai izzahmu harus tetap kokoh. Antunna tidak suka terombang-ambing kan? Antunna lebih suka pada kepastian kan? Makanya jangan sampai semua itu terjadi sebelum ada hal yang konkrit, sebelum ada kepastian. Hal konkrit itu adalah, si ikhwan mengkhitbah Antunna dengan datang ke orang tua Antunna. Itu … baru deh, oke. Waspadalah …waspadalah …

SO SEMUANYA … WASPADAI GOMBALISASI!!!

Selasa, 27 April 2010

KEBAHAGIAAN SANG MUJAHID...........................!

Tak apalah perut bertemakan lapar


Tak mengapa kemewahan dunia tak kumiliki.......


Tak jadi soal badan tergores luka dan disakiti...


Biarlah si jahil mengejek dan mencemooh...


Biarlah beban berat ini kupikul......


Biarlah jalan derita harus kuarungi...


Biarlah tiada orang yang kan menemani


Asalkan, Ridho ILLAHI dapat ku gapai...



Demikian serpihan untaian kata mutiara tergores di kalbu Sang Mujahid. Aqidah yang mengakar pada iman yang tinggi, dirawat dan dipupuk dengan resep-resep ilahiyah, mampu membuahkan keyakinan yang kuat dan kokoh. sedebupun tak di cemari keraguan untuk menghimpun segenap potensi dan kekuatan. bahkan raganya siap jadi tumbal perjuangan. Bashirohnya telah menemukan makna dan nilai hidup, yakni terletak pada akidah dan jihad. Kiat hidupnya menjadi bukti ia tengah mempatrikan jiwanya untuk tegaknya dienul islam.


Si Mujahid sadar keyakinan yang dianutnya dan perjuangan yang di hadapinya merupakan jalan hidup yang tidak rata, suram, berduri, penuh bebatuan, BAnyak kelok dan lika liku panjang. Bila dalam perjalanan kakinya tertusuk duri atau tersandung batu sampai mengalir darah, ia tidak akan meringis apalagi mengeluh. Malah tampak seberkas senyum menghiasi bibirnya seraya bertahmid, berharap darah yang memuncar adalah darah kotor pemberat langkah sekaligus penghapus dosa.



Sang Mujahid sadar ......

rentetan cemooh, godaan dan pengorbanan memang resiko keyakinan dan perjuangan. cepat atau lambat hal itu pasti datang menguji ketangguhan siakp mujahid. datangnya dari segala arah dan berbagai kalangan. dari orang yang dekat atau jauh. terkadang dari ayah dan ibu sendiri, saudara, kaum kerabat, teman serta sahabat. orang-orang yang menjadi hamba dunia sudah pasti turut menentang para mujahid.



Adalah sunnatullah bahwa untuk mencapai predikat kesucian dan gelar kemuliaan harus dengan bayaran yang mahal. begitu pula dengan tugas da'wah. da'wah merupakan warisan para nabi dan rasul. mereka tidak mewariskan kesenangan dan kemewahan hidup melainkan mewariskan amanah yang berat, yakni menegakkan risalatullah yang tinggi dan agung.



Jika demikian mungkinkah jalan da'wah yang penuh dengan godaan dan rintangan ini dapat di lalui oleh orang-orang yang berakhlak rendah? bisakah tugas dengan seribu satu macam persoalan di hadapi tanpa kesiapan dan persiapan? dijadikan tugas iseng mengisi waktu luang? berbekal tenaga sisa? dana sisa? pikiran sisa? lalu, kapan umat islam akan jaya? akankah tanpa adanya perjuangan dan pengorbanan.....? hanya dengan bermujahadalah daulah islamiyah dapat diwujudkan...



saudaraku seiman.....

sepayah-payah hidup....

sesusah-susah hidup...

sesakit-sakit derita berjuang........

sekeras-keras siksa tangan si dzalim

sebandingkah dengan neraka yang paling ringan?


janganlah takut....


apalagi gentar oleh ancaman dunia...

syurga menantimu wahai saudaraku

syahidkanlah dirimu di medan JIHAD!!!!

Teruntuk Semua MUJAHID tercinta...

Minggu, 25 April 2010


Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya).” (Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Bazzar)

Seorang mukmin adalah manusia yang memiliki sifat-sifat unggul. Sifat-sifat itu membuatnya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan manusia lain. Sehingga di mana pun dia berada, kemana pun dia pergi, apa yang dia lakukan, peranan dan tugas apa pun yang dia pikul akan selalu membawa manfaat dan maslahat(kebaikan) bagi manusia lain. Maka jadilah dia orang yang seperti dijelaskan Rasulullah saw.,Manusia paling baik adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lain.”

Untuk menjadikan kehidupan ini agar menjadi indah, menyenangkan, dan sejahtera sangat memerlukann manusia-manusia seperti itu. Dalam keadaan apa sekalipun, dia akan membuat yang terbaik; apa pun peranan dan tugas yang diberikannya, dia akan menjadi manusia dan keadaan di sekelilingnya menjadi bahagia dan sejahtera.

Maka, sifat-sifat yang baik itu antara lain terdapat pada lebah. Rasulullah saw. dengan pernyataanya dalam hadits di atas mengisyaratkan agar kita meniru sifat-sifat positif yang dimiliki oleh lebah.

Tentu saja, sifat-sifat itu sendiri memang merupakan ilham dari Allah swt. seperti yang Dia firmankan, “Dan Rabbmu mewahyukan (mengilhamkan) kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu).’ Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl: 68-69)

Sekarang, bandingkanlah apa yang dilakukan lebah dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang mukmin, contohnya seperti ini:

Hinggap di tempat yang bersih dan menghirup apa hanya yang bersih saja.
Lebah hanya hinggap di tempat-tempat terpilih sahaja. Lebah sangat jauh berbeza dengan lalat. Lalat sangat mudah ditemui di tempat sampah, kotoran, dan tempat-tempat yang berbau busuk. Tapi lebah, ia hanya akan mendatangi bunga-bunga atau buah-buahan atau tempat-tempat bersih yang mengandungi bahan madu atau nektar.

Begitulah pula sifat seorang mukmin. Allah swt. berfirman:

Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu. (Al-Baqarah: 168)

(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Al-A’raf: 157)

Mengeluarkan yang bersih.
Siapa yang tidak tahu madu lebah. Semuanya tahu bahawa madu mempunyai khasiat yang banyak untuk kesihatan manusia. Tapi dari organ tubuh manakah keluarnya madu itu? Itulah salah satu keistimewaan lebah. Lebah sangat kaya dengan kebaikan,sedangkan dari organ tubuh pada binatang lain, mereka hanya mengeluarkan sesuatu yang menjijikan.

Begitu juga seorang mukmin, kita haruslah menjadi manusia yang produktif dengan kebaikan. Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan (khair), supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al-Hajj: 77)

Al-khair adalah kebaikan atau kebajikan. Akan tetapi al-khair dalam ayat di atas bukan merujuk pada kebaikan dalam bentuk ibadah ritual. Sebab, perintah ke arah ibadah ritual sudah terwakili dengan kalimatrukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu” (irka’u, wasjudu, wabudu rabbakum). Al-khair di dalam ayat itu justru bermakna kebaikan atau kebajikan yang buahnya dirasakan oleh manusia dan makhluk lainnya.

Segala yang keluar dari dirinya adalah kebaikan. Hatinya jauh dari prasangka buruk, iri, dengki; lidahnya tidak mengeluarkan kata-kata kecuali yang baik; perilakunya tidak menyengsarakan orang lain melainkan justru membahagiakan; hartanya bermanfaat bagi banyak manusia; kalau dia berkuasa atau memegang amanah tertentu, dimanfaatkannya untuk sebesar-besar kemanfaat manusia.

Tidak pernah merusakkan.
Seperti yang disebutkan dalam hadits yang sedang kita bahas ini, lebah tidak pernah merosak atau mematahkan ranting yang dia hinggapi. Begitulah seorang mukmin. Dia tidak pernah melakukan kerosakan dalam apa-apa hal sekalipun: baik secara fizikal mahupun tidak.. Bahkan dia melakukan pembaikan akidah, akhlak, dan ibadah dengan cara berdakwah. Mengubah kezaliman apa pun bentuknya dengan cara berusaha menghentikan kezaliman itu.

Bekerja keras
Lebah adalah pekerja yang bekerja keras. Ketika muncul pertama kali dari biliknya (saatmenetas”), lebah pekerja membersihkan bilik sarangnya untuk telur baru dan setelah berumur tiga hari ia memberi makan larva, dengan membawakan serbuk sari madu. Dan begitulah, hari-harinya penuh semangat berkarya dan beramal. Bukankah Allah pun memerintahkan umat mukmin untuk bekerja keras?

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Alam Nasyrah: 7)

Kerja keras dan semangat pantang berundur itu lebih-lebih lagi dituntut lagi dalam menegakkan keadilan. Karena, meskipun memang ramai manusia yang cinta keadilan, namun kebanyakan manusiakecuali yang mendapat rahmat Allah– tidak suka jika dirinya rugi dalam menegakkan keadilan.

Bekerja secara jama’i dan tunduk pada satu pimpinan
Lebah selalu hidup dalam koloni besar, tidak pernah menyendiri. Mereka pun bekerja secara kolektif, dan masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri. Ketika mereka mendapatkan sumber sari madu, mereka akan memanggil teman-temannya untuk menghisapnya. Demikian pula ketika ada bahaya, seekor lebah akan mengeluarkan feromon (suatu zat kimia yang dikeluarkan oleh binatang tertentu untuk memberi isyarat tertentu) untuk mengudang teman-temannya agar membantu dirinya. Itulah seharusnya sikap orang-orang beriman.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaff: 4)

Tidak pernah melukai kecuali kalau diganggu
Lebah tidak pernah memulakan serangan. Ia akan menyerang hanya manakala apabila terasa diganggu atau terancam. Dan untuk mempertahankankehormatanumat lebah itu, mereka rela mati dengan melepas sengatnya di tubuh pihak yang diserang. Sikap seorang mukmin: musuh tidak dicari. Tapi jika ada, tidak lari.

Itulah beberapa karakter lebah yang patut ditiru oleh orang-orang beriman. Bukanlah sia-sia Allah menyebut-nyebut dan mengabadikan binatang kecil itu dalam Al-Quran sebagai salah satu nama surah: An-Nahl.

Allahu a’lam

Senin, 05 April 2010

Itsar

Oleh Sholeh Ibnu Munawwir

Seseorang datang bertamu kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, namun ketika Rasul bertanya kepada istri-istrinya, tak seorangpun di antara mereka yang mempunyai simpanan makanan untuk menjamu tamu tersebut. Akhirnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menawarkan kepada para shahabatnya, beliau bersabda, "Barangsiapa di antara kalian yang mau menjamu tamu ini, maka Allah akan merahmatinya." Berdirilah seorang sahabat dari kalangan Anshar, seraya berkata, "Saya akan menjamunya wahai Rasulullah."


Akhirnya, diajaknyalah tamu tersebut pulang ke rumahnya. Sesampai di rumah, sahabat Anshar ini bertanya kepada istrinya, “Wahai istriku, apakah engkau masih memiliki sesuatu (makanan)?” Sang istri pun menjawab, “Tidak, selain sedikit persediaan (makanan) untuk anak-anak kita.” Maka spontan ia berkata kepada istrinya, “Rayulah anak-anak agar mereka bermain-main, sehingga lupa akan rasa lapar, lalu matikanlah lampu pada waktu makan, dan berpura-puralah bahwa kita juga sedang makan, pada saat tamu kita makan.”

Maka, pada waktu makan malam, dimatikanlah lampu di rumah tersebut, dan dihidangkannya makanan yang semestinya untuk anak-anak mereka, lalu mereka berpura-pura menyantap hidangan bersama sang tamu yang sedang menikmati makan malamnya.

Hingga pada pagi hari, ketika shahabat Anshar ini menghadap kepada Rasulullah, beliau berkata, "Allah heran dengan tingkah kalian berdua terhadap tamu kalian tadi malam," Lalu turunlah surat al-Hasyr ayat 9, berkaitan dengan kisah sahabat Anshar ini.

Mengutamakan Kebutuhan Saudaranya

Sungguh, kisah di atas bukanlah dongeng yang biasa diceritakan untuk anak-anak menjelang tidur, atau cerita-cerita fiksi yang ada di film dan sinetron di televisi. Kisah yang sangat menggugah dan mengagumkan di atas adalah teladan nyata yang dipertontonkan oleh salah satu generasi terbaik yang dimiliki oleh dunia, sebagaimana termaktub di dalam hadits Bukhari Muslim. Kisah yang sulit ditemukan padanannya, terlebih pada zaman modern ini yang mana manusia sudah terjangkiti penyakit egois dan individualis (Ananiyah). “Jangankan untuk berbagi kepada orang lain, untuk diri sendiri saja masih kurang,” begitu kita sering berdalih.

Padahal persediaan makanan dan bekal lain yang ada di rumah kita, bukan hanya cukup untuk satu hari atau satu minggu, namun persediaan untuk beberapa bulan ke depan pun sudah kita punyai, tetapi tak timbul sedikitpun rasa belas kasih dan keinginan berbagi kepada orang-orang di sekitar kita yang membutuhkan. Sementara sudah sama-sama kita hafal sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa kita belum beriman jika kita dalam keadaan kenyang (atau kekenyangan?), dan kita acuh dan abai terhadap orang-orang di sekitar kita yang bermalam dalam keadaan perut kosong karena tak mempunyai sedikitpun makanan di rumahnya.

Betapa shahabat Anshar ini begitu ikhlas dan hanya mencari ridha Allah dan Rasul-Nya, dengan mengutamakan agar kebutuhan saudaranya (bahkan orang yang baru dikenalnya) terpenuhi dengan mengabaikan dirinya dan keluarganya, Allah menurunkan ayat, “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” (Q.S Al-Hasyr : 9)

Itulah itsar, mendahulukan dan mengutamakan kepentingan dan kebutuhan orang lain dari diri sendiri, sedang diri sendiri juga dalam keadaan yang sangat membutuhkan. Sebuah akhlak mulia yang diukir dengan tinta emas dalam sejarah bagi pelaku-pelakunya, menembus ke langit hingga Allah Swt heran dan takjub.

Lebih Memilih Dunia

Sesungguhnya itsar bukanlah sesuatu yang utopia dan tidak mungkin kita hiaskan pada diri kita sebagai akhlak dan sifat kita, namun terkadang nafsu akan dunia sangat dominan bercokol di hati dan fikiran kita. Pertimbangan dan perhitungan untung rugi yang bersifat materi dan keduniaan sering kali membuat kita merasa berat jika kita ingin memberikan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan yang pada saat yang sama kita juga membutuhkan.

Hitunglah betapa seringnya kita memberikan isyarat dengan tangan kita kepada orang yang meminta-minta, sebagai tanda kalau kita tak hendak memberi, betapa seringnya kita menerima tamu di rumah kita sebagai beban yang merepotkan, padahal Rasulullah sudah mengingatkan kita barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia memuliakan tamunya. Atau betapa seringnya tetangga sebelah rumah kita hanya mencium harum dan sedapnya aroma makanan yang kita masak, tanpa pernah terfikir di benak kita untuk berbagi dengan mereka.

Kita tahu bahwa seberat dzarrah pun kebaikan, pasti Allah akan memberikan ganjaran dan pahalanya di akhirat nanti, namun perasaan kurang yakin dan egoisme yang ada di dada kita senantiasa menghalangi kita untuk berbuat baik, sehingga kita lebih mementingkan kebahagiaan di dunia dan mengabaikan kebahagiaan yang abadi di akhirat. Angan dan khayal kita tentang dunia senantiasa membumbung tinggi, sehingga lalai mempersiapkan kehidupan di akhirat dengan amal-amal shalih.

Bagi para pemujanya, dunia adalah segala-galanya. Yang mereka cari dan usahakan adalah kebahagiaan dunia an sich, dengan melupakan Allah dan akhirat. Sehingga saat kematian menjemputnya, kebahagiaanya terhenti sampai di situ, yang tinggal hanyalah sesal dan sengsara. Allah Swt berfirman tentang orang-orang ini, “Tetapi kalian lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (Q.S al-A’la : 16-17)

Itsar yang sering kita anggap sebagai sesuatu yang sulit dan berat kita lakukan, telah diabadikan dalam sejarah dengan tinta emas oleh para shahabat Rasul dengan sangat mengagumkan. Bukan hanya sebatas lapar dan haus yang mereka tanggung demi saudaranya, namun nyawa mereka persembahkan untuk Allah Swt, demi itsar terhadap saudaranya, sebagai teladan dan hikmah untuk kita. Insya Allah.

Dalam perang Yarmuk, dari Abdullah bin Mush'ab Az Zubaidi dan Hubaib bin Abi Tsabit, keduanya menceritakan, "Telah syahid al-Harits bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amr. Mereka ketika itu akan diberi minum, sedangkan mereka dalam keadaan kritis, namun kesemuanya saling menolak. Ketika salah satu dari mereka akan diberi minum dia berkata, "Berikan dahulu kepada si fulan, demikian seterusnya sehingga semuanya meninggal dan mereka belum sempat meminum air itu.

Dalam riwayat lain perawi menceritakan, "Ikrimah meminta air minum, kemudian ia melihat Suhail sedang memandangnya, maka Ikrimah berkata, "Berikan air itu kepadanya." Dan ketika itu Suhail juga melihat al-Harits sedang melihatnya, maka iapun berkata, "Berikan air itu kepadanya (al Harits). Namun belum sampai air itu kepada al Harits, ternyata ketiganya telah meninggal tanpa sempat merasakan air tersebut (setetespun).

Wallahu A’lam.
sumber : http://www.eramuslim.com/oase-iman/sholeh-ibnu-munawwir-itsar.htm