Kami sadar jalan ini
bukanlah jalan yang tak terjal. Ketika kami menorehkan kebaikan justru caci dan
makian yang kami dapati. Ketika kami mengingatkan justru mendapatkan tamparan
hebat dari ucapan yang tak pernah ingin kami dengar. Inikah jalan cinta-Nya? Kami
sadar, setiap pohon yang berdiri tegak akan ada daun-daun yang jatuh
tergeletak, berguguran. Ada yang mundur perlahan bahkan menjauh dan pergi
begitu saja, hanya orang-orang yang kuat dan tegar mampu untuk tetap bertahan.
Takut dan sedih terkadang
menghampiri. Ketika kami benar-benar ingin membela agama Allah, ketika kami
ingin melanjutkan perjuangan Rasulullah.
“Kau tahu wahai hati?
Terkadang aku sesak sekali, ketika dengan mudahnya berbicara di depan orang,
adik-adik atau siapa pun itu. Memberikan materi, memberikan sebongkah nasihat,
memberikan ilmu yang didapat. Namun, ternyata aku belum benar-benar mampu
dakwah di keluargaku sendiri. Bukan, bukan hanya aku saja yang merasakan
hal ini kebanyakan para aktivis pun
merasakan apa yang kurasakan, bahkan jauh lebih dari aku.”
Kami di sini. Aku, kau,
kami. Bersatu dan melingkar karena cinta-Nya. Allah sengaja mempertemukan kami
di sini, di jalan ini. Untuk saling menguatkan, untuk saling mengingatkan dan
menasihati. Aku mengerti apa yang kau rasa wahai engkau yang lembut hatinya,
kau pun merasakan apa yang aku rasakan. Kita sama-sama merasakan hal itu,
kawan. Ya, kami sadar dakwah di dalam keluargalah yang terberat. Terkadang
ingin menasihati, namun mengira kami sok tahu. Kami ingin membacakan arti dari
sebuah ayat al quran mau pun hadis, tapi kami takut dibilang fanatik. Lalu,
haruskah kami diam begitu saja? Sementara kami melihat sesuatu yang salah, kami
sadar kami memang tak sempurna. Terkadang air mata itu tak tersadar membasahi
wajah, dengan wajah yang sendu, sesak yang menghampiri. Ketika keluargalah
seharusnya yang mampu menguatkan, keluargalah yang mampu mendukung dan memberi
semangat. Tapi sekali lagi, kami sadar, tidak semua orang memiliki pemikiran
dan pemahaman seperti kami. Sekali pun keluarga, bahkan orang tua.
Sesuatu yang terkadang
membuat kami sejenak diam dan termangu ialah ketika mereka bertanya, “Untuk apa
sih melakukan itu? Berlebihan, emang nggak capek?”, atau “Jangan ikut yang
macem-macem, ikut boleh tapi jangan terlalu aktif banget. Sekarang banyak
aliran sesat, belum lagi teroris.” Atau pertanyaan lainnya.
Dalam hati, “Ketika kau
mengatakan tidakkah kau capek, tidakkah kau lelah?”, maka aku kan menjawab,
“Lelah itu pasti ada, tapi hidup ini adalah perjuangan. Dunia hanyalah
fatamorgana yang setiap saat akan menghilang bahkan pergi, hidup tanpa
perjuangan akan terasa datar dan hambar.
Kami tahu, kami sadar. Tidak
selamanya keluarga kami sendiri menerima segala penjelasan kami tentang dakwah
ini. Ketika kami berdakwah di dalam rumah, justru itulah hal tersulit yang kami
hadapi. Tak perlu resah wahai hati, semoga Allah senantiasa membukakan pintu
hati mereka dan melembutkan hatinya. Tetaplah istiqomah di jalan Allah, meski
kau lelah, kau rapuh, kau jenuh, dan kau tak bisa melepaskan semua itu pada sanak
keluargamu di rumah, maka masih ada Allah untuk tempat kau bersandar. Tetaplah
lakukan yang terbaik untuk Allah, orang tuamu dan keluargamu. Sebab, tanpa
adanya ibu dan bapakmu kau takkan lahir di dunia ini merasakan indahnya jalan
dakwah ini. Jika kebanyakan orang ingin selalu membahagiakan orang tuanya dan
keluarganya hanya di dunia, maka kami bukan hanya ingin membahagiakan mereka di
dunia, tapi kami ingin membahagiakan mereka di jannah-Nya. Berkumpul bersama
dan bertatap muka penuh dengan keteduhan dan cinta yang dikaruniai oleh Allah.
***
Begitu banyak yang dapat aku
temukan di jalan ini. Bertemu dengan orang-orang shalih dan shalihah. Bertemu
dengan para sahabat yang mampu membuatku bahagia, bahagia bukan hanya sekadar
di dunia yang fana akan tetapi bahagia hingga akhirat. In syaa Allah. Aku, dan
mereka. Kami sama-sama merasakan manis, pahit dan asamnya jalan ini, tapi kami
takkan mundur. Meski di ujung sana ada banyak rintangan dan halangan yang
menyergap.
Mimpi, ya mimpi kami saat
itu.
Semua kata-kata itu terekam
indah dan sangat rapi di memori otak. Apakah mimpi itu? Kala itu, mimpi kami
ialah ingin membangun pesantren. Ya, mungkin itu sulit sangat sulit. Namun,
haruskah kami mundur dan berpaling? Tidak! Kami akan tetap di sini. Tak peduli
jika kami harus sering merasakan luka dan duka di hati, meski kami harus dicaci
maki, meski kami harus mengeluarkan air mata. Tak perlu jua membalas keburukan
dengan keburukan, bukankah keburukan itu akan sirna dan hilangnya sendiri, dan
kebaikan akan bersinar terang hingga menyinari semesta alam ini.
Sering kami mendengar
cerita-cerita tentang dakwah ini. Tentang dakwah Rasulullah dan para sahabat
kala itu, serta orang-orang hebat yang tak pernah lelah dan berhenti untuk
menapaki jalan cinta ini.
Ingatlah selalu kalimat di
bawah ini, wahai hati yang mudah berubah. Semoga Allah menetapkan hatimu untuk
selalu berada di jalan-Nya yang syahdu dan indah tuk dirasakan.
Bila ada 1.000 Mujahid di
dunia ini, maka satu diantaranya adalah aku. Bila ada 100 Mujahid di dunia ini,
maka satu diantaranya adalah aku. Bila ada 10 Mujahid di dunia ini, maka
satu diantaranya adalah aku. Bila hanya ada seorang Mujahid di dunia ini, maka
pastilah itu aku. Dan bila sudah tidak ada lagi Mujahid di dunia ini, maka
yakinlah bahwa aku telah syahid. -Imam As-Syahid Hasan Al-Banna
Semangat dakwah!
0 Komen:
Posting Komentar
Gunakan kata-kata yang sopan ya...