Mayoritaskah? Atau Minoritas? Jumat, 23 Desember 2016, Magetan. Aulia bersiap mengikuti perlombaan Karate se-Jatim di GOR Magetan. Siswi Smpit Harapan Umat Ngawi ini mengenakan sabuk biru. Bersama Aulia, ada beberapa siswa lain yang juga berjilbab. Menjelang pertandingan, juri memeriksa calon peserta. Saat itu, juri meminta peserta membuka jilbab. Aulia tercekat dan tercenung. Rekan peserta berjilbab lainnya membuka jilbab mereka. Aulia memilih meninggalkan lapangan. “Ya udah. Nggak bisa [bertanding].” Mengapa? “Kan dalam agama nggak boleh membuka aurat,” jelas gadis cilik ini saat saya telpon baru saja. Ada rasa sedih, itu pasti. Siang malam Aulia berlatih sekuat tenaga. Berangkat latihan pagi pagi sekali, lalu pulang menjelang dzuhur. Istirahat sejenak lalu pergi latihan lagi, dan baru kembali pulang jam setengah sembilan malam. Setiap hari. Guru Aulia, Pak Ustadz Janan Farisi yang menulis tentang Aulia ini, bercerita kalau pihak official sudah berusaha protes pada juri. Tapi, tidak berhasil. Aulia didiskualifikasi karena tidak mau membuka jilbabnya. Gadis cilik 13 tahun yang bercita-cita ingin menjadi dokter ini melantunkan doa dalam kesedihannya, semoga Allah ganti [pertandingan gagal karena mempertahankan jilbab ini] dengan yang lebih baik. Engkaulah petarung sesungguhnya, Nak. Dan engkau telah menjadi juara.
Fenomena apakah yang terjadi saat ini. Siapakah yang intoleran? Mengapa media lebih suka menyudutkan Islam?
Sumber : Islamedia.id
0 Komen:
Posting Komentar
Gunakan kata-kata yang sopan ya...