Semua
mata terbelalak, mendengar ayat-ayat cinta-Nya yang didendangkan dengan suara
merdu penuh khidmat. Embun di pagi buta masih menebarkan bau basahnya,
gemiricik air mengalir dengan melodi indah nan bermakna. Sajadah panjang telah
tergeletak bermaksud untuk menghadap kepada Sang Illahi, bersujud dengan
khusyuk. Memuji dan memuja asma-Nya yang indah tiada terkira, tak terdiksikan
oleh goresan pena.
Pagi berganti siang, tetapi mereka
tetap menyusuri jalan panjang. Siang ini matahari begitu menyengat, menyayat
tubuh. Mereka ibu dan anak yang bekerja saat fajar mulai tiba sampai matahari
kembali ke tempat peraduannya. Sinar matahari kali ini masih terpancar hingga pukul setengah empat sore
matahari seolah matahari tak pernah mau tergelincir.
“Bu, ibu masih kuat? Kita istirahat
sejenak, aku lelah. Ibu pasti juga lelah kan?” Gagah duduk di bawah pohon rindang,
meluruskan kakinya sambil memijat ibunya.
“Terima kasih Nak, maaf ibu tak
pernah bisa membelikan sesuatu yang kau inginkan. Sejak lama ibu ingin sekali
berqurban, selama ini kita hanya bisa mengantri dengan wajah memelas, berharap
bisa memakan sepotong daging qurban. Sudah hampir tiga tahun kita mengumpulkan
uang, ibu tahu Nak mungkin selama ini ibu terlalu egois karena memiliki hasrat
untuk berqurban dua kambing.” Ibu Neneng membelai lembut rambut anak
perempuannya, ia merasa sangat egois karena selama ini ambisinya sangat kuat
untuk berqurban.
“Tak apa Bu, aku bersyukur karena
dengan harta kita yang sangat pas-pasan ibu masih memikirkan untuk sedekah.
Meski pun mereka selalu menertawai ambisi ibu, tapi ibu tak pernah sedikit pun
putus asa. Itulah yang aku syukuri, memiliki ibu yang berhati mulia.” Gagah
memeluk ibunya dengan dekapan hangat.
***
Setelah hampir tiga belas jam
bekerja, alias memulung. Memunguti gelas-gelas aqua, plastik atau apapun itu
yang biasa didaur ulang. Ya, mereka hanyalah seorang pemulung. Akan tetapi mereka selalu tetap bersyukur atas
karunia Sang Illahi. Masih mau memikirkan orang lain dan menolong sesama.
Mereka tak pernah peduli jika ada yang meremehkannya, jika ada yang menghinanya
atau apapun itu.
“Dari
mana aja Bu hari gini baru pulang, nyari harta karun buat beli kambing pas
nanti qurban?” Ibu Dina bermaksud untuk menyindir bu Neneng.
“Haha,
Bu Neneng nih kalo mimpi kebangetan ya. Mimpi mau berqurban, dua kambing lagi.
Buat sehari-hari aja susah ini udah kayak banyak duit aja. Bangun Bu dari mimpi
buruknya!” Ibu Eci menghina bu Neneng. Ini bukan pertama kalinya mereka
menyindir atau menghina bu Neneng. Tetapi bu Neneng hanya senyum saja tidak
mempedulikan mereka.
“Saya
memang hanya seorang pemulung, tapi saya yakin Allah akan memberikan jalan
menuju impian itu. Dan kalian hanya mampu melihat dengan wajah terheran.” Dalam
benak bu Neneng.
***
Setelah
tiga tahun bu Neneng dan Gagah anaknya berhasil mengumpulkan uang sebesar lima
juta, begitulah kuasa-Nya, begitulah kebesaran-Nya, Dia takkan pernah
membiarkan hamba-Nya kecewa selagi hamba-Nya terus berusaha dan menjalankan
perintah-Nya. Semua tetangga bu Neneng tercengang, sungguh sangat tidak
percaya. Namun itulah kenyataannya, ketika mereka hanya bisa mencemooh dan
menghina, tanpa melihat seberapa besar usaha yang mereka lakukan. Sampai peluh
yang selalu membasahi tubuhnya, bahkan air mata pun mengalir deras di setiap
untaian doanya.
Hari ini
langit begitu biru bagai laut biru penuh pesona dengan segala arus ombaknya.
Awan pun cerah membentuk lukisan abstrak namun penuh makna. Sawah hijau
membentang indah bak permadani taman surga. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut,
membelai kalbu. Gema takbir menggema di alam raya, menyambut hari raya Idul
Adha. Langit menjadi saksi perjuangan dan perngorbanan seorang perempuan
berhati mulia. Daun-daun melambai indah, seolah ingin menyapa dan mengucapkan
selamat. Burung-burung gereja menari-nari indah dengan formasi penuh makna
seolah menyambut kebahagiaan hakiki. Bunga-bunga merekah indah penuh warna
seolah berada dalam taman cinta penuh dengan warna-warninya kehidupan yang
memberi warna. Semua menyambut dengan tulus dan penuh kasih saying. Semua yang
ada di langit dan di bumi menjadi saksi atas perjuangan seorang perempuan yang
tak pernah mengeluh, yang memiliki hati yang begitu murni bagai cinta dan kasih
sayang-Nya. Seluruh semesta alam bersorak-sorai penuh khidmat, bersorak-sorai bahagia,
bersorak-sorai sujud syukur.
***
0 Komen:
Posting Komentar
Gunakan kata-kata yang sopan ya...