Senin, 20 Mei 2013

Semesta Alam Bersorak-Sorai



Semua mata terbelalak, mendengar ayat-ayat cinta-Nya yang didendangkan dengan suara merdu penuh khidmat. Embun di pagi buta masih menebarkan bau basahnya, gemiricik air mengalir dengan melodi indah nan bermakna. Sajadah panjang telah tergeletak bermaksud untuk menghadap kepada Sang Illahi, bersujud dengan khusyuk. Memuji dan memuja asma-Nya yang indah tiada terkira, tak terdiksikan oleh goresan pena.
            Pagi berganti siang, tetapi mereka tetap menyusuri jalan panjang. Siang ini matahari begitu menyengat, menyayat tubuh. Mereka ibu dan anak yang bekerja saat fajar mulai tiba sampai matahari kembali ke tempat peraduannya. Sinar matahari kali ini masih  terpancar hingga pukul setengah empat sore matahari seolah matahari tak pernah mau tergelincir.
            “Bu, ibu masih kuat? Kita istirahat sejenak, aku lelah. Ibu pasti juga lelah kan?” Gagah duduk di bawah pohon rindang, meluruskan kakinya sambil memijat ibunya.
            “Terima kasih Nak, maaf ibu tak pernah bisa membelikan sesuatu yang kau inginkan. Sejak lama ibu ingin sekali berqurban, selama ini kita hanya bisa mengantri dengan wajah memelas, berharap bisa memakan sepotong daging qurban. Sudah hampir tiga tahun kita mengumpulkan uang, ibu tahu Nak mungkin selama ini ibu terlalu egois karena memiliki hasrat untuk berqurban dua kambing.” Ibu Neneng membelai lembut rambut anak perempuannya, ia merasa sangat egois karena selama ini ambisinya sangat kuat untuk berqurban.
            “Tak apa Bu, aku bersyukur karena dengan harta kita yang sangat pas-pasan ibu masih memikirkan untuk sedekah. Meski pun mereka selalu menertawai ambisi ibu, tapi ibu tak pernah sedikit pun putus asa. Itulah yang aku syukuri, memiliki ibu yang berhati mulia.” Gagah memeluk ibunya dengan dekapan hangat.
***
            Setelah hampir tiga belas jam bekerja, alias memulung. Memunguti gelas-gelas aqua, plastik atau apapun itu yang biasa didaur ulang. Ya, mereka hanyalah seorang pemulung. Akan tetapi mereka selalu tetap bersyukur atas karunia Sang Illahi. Masih mau memikirkan orang lain dan menolong sesama. Mereka tak pernah peduli jika ada yang meremehkannya, jika ada yang menghinanya atau apapun itu.
            “Dari mana aja Bu hari gini baru pulang, nyari harta karun buat beli kambing pas nanti qurban?” Ibu Dina bermaksud untuk menyindir bu Neneng.
            “Haha, Bu Neneng nih kalo mimpi kebangetan ya. Mimpi mau berqurban, dua kambing lagi. Buat sehari-hari aja susah ini udah kayak banyak duit aja. Bangun Bu dari mimpi buruknya!” Ibu Eci menghina bu Neneng. Ini bukan pertama kalinya mereka menyindir atau menghina bu Neneng. Tetapi bu Neneng hanya senyum saja tidak mempedulikan mereka.
            “Saya memang hanya seorang pemulung, tapi saya yakin Allah akan memberikan jalan menuju impian itu. Dan kalian hanya mampu melihat dengan wajah terheran.” Dalam benak bu Neneng.
***
            Setelah tiga tahun bu Neneng dan Gagah anaknya berhasil mengumpulkan uang sebesar lima juta, begitulah kuasa-Nya, begitulah kebesaran-Nya, Dia takkan pernah membiarkan hamba-Nya kecewa selagi hamba-Nya terus berusaha dan menjalankan perintah-Nya. Semua tetangga bu Neneng tercengang, sungguh sangat tidak percaya. Namun itulah kenyataannya, ketika mereka hanya bisa mencemooh dan menghina, tanpa melihat seberapa besar usaha yang mereka lakukan. Sampai peluh yang selalu membasahi tubuhnya, bahkan air mata pun mengalir deras di setiap untaian doanya.
            Hari ini langit begitu biru bagai laut biru penuh pesona dengan segala arus ombaknya. Awan pun cerah membentuk lukisan abstrak namun penuh makna. Sawah hijau membentang indah bak permadani taman surga. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membelai kalbu. Gema takbir menggema di alam raya, menyambut hari raya Idul Adha. Langit menjadi saksi perjuangan dan perngorbanan seorang perempuan berhati mulia. Daun-daun melambai indah, seolah ingin menyapa dan mengucapkan selamat. Burung-burung gereja menari-nari indah dengan formasi penuh makna seolah menyambut kebahagiaan hakiki. Bunga-bunga merekah indah penuh warna seolah berada dalam taman cinta penuh dengan warna-warninya kehidupan yang memberi warna. Semua menyambut dengan tulus dan penuh kasih saying. Semua yang ada di langit dan di bumi menjadi saksi atas perjuangan seorang perempuan yang tak pernah mengeluh, yang memiliki hati yang begitu murni bagai cinta dan kasih sayang-Nya. Seluruh semesta alam bersorak-sorai penuh khidmat, bersorak-sorai bahagia, bersorak-sorai sujud syukur.

***
The End 

by: Ika Nurmawati 

0 Komen:

Posting Komentar

Gunakan kata-kata yang sopan ya...