Minggu, 13 Oktober 2013

Laksana Sebuah Alif

"Jika kita lelah dalam melakukan kebaikan maka ingatlah rasa lelah itu akan segera hilang, sedang kebajikan akan kekal dalam keabadian." (Ali bin Abi Thalib).

Pernah melihat anak-anak TK/PAUD ketika belajar? Mereka sangat bersemangat untuk melakukan sesuatu. Antusias dan keaktifan mereka tercermin ketika Ibu guru bertanya atau meminta seorang anak untuk melakukan sesuatu, semua siswa menunjuk jari.
Lalu coba bandingkan dengan keadaan kaum Muslimin sekarang, mungkin karena kesibukan dunia dalam mencari nafkah dll. Mereka lebih cenderung memilih untuk diam dan menjadi penonton saja.
Lihatlah Alif, simbol huruf hijaiyah pertama dalam perbendaharaan bahasa Arab dan Al-Qur'an ini begitu kokoh berdiri, alif tidak goyah ketika diseru. Alif merupakan simbol dari ketangguhan seorang insan untuk tegak berdiri menjadi pembuka dan orang pertama. Tidak bersembunyi di belakang layar atau menjadi seorang supporter saja. Alif tampil menjadi pemain pertama dalam pertandingan.
Tak sedikit juga kita sering melihat, seorang muslim yang lebih memilih menunda-nunda kebaikan yang bisa dia lakukan hari ini, untuk dilakukan esok dan kemudia hari. Lihatlah pula seorang insan yang diseru untuk meninggalkan kemaksiatan yang ia lakukan, dia pun berkata, "Nanti, ketika saya tua, maka saya akan bertaubat!"
Miris sekali rasanya, ditengah kemerosotan kepemimpinan Islam, kita malah asyik terbuai oleh bunga-bungan dunia yang membuai dan sifatnya hanya sementara ini. Lalu siapa lagi yang akan menjaga agama Islam ini kalau bukan orang muslim sendiri. Tak dapat dibayangkan bagaimana nanti sepeninggalan kita, anak dan cucu kita akan bertambah kemerosotannya tentang Islam, jika kita generasi sekarang, cenderung pasif dan berkata "nanti."

Allah SWT dalam firman-Nya.
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa." (QS. Ali-Imran : 133).

Saya pernah mendengar seorang kawan menyampaikan tentang nasehat dari seorang ayah.
"Jika kita bisa duduk, mengapa memilih berbaring. Jika kita bisa berdiri, mengapa memilih duduk. Jika kita bisa berjalan mengapa memilih hanya berdiri. Jika kita bisa berlari, lalu mengapa kita hanya memilih berjalan?"

Ya, tidaklah patut rasanya beristirahat atau hanya memilih menjadi penonton saja, ditengah kemerosotan Islam yang sangat memerlukan orang-orang yang militan untuk berjuang. Apa yang sudah kita berikan untuk Islam, sehingga merasa layak untuk beristirahat. Jikapun kita harus beristirahat karena oayah, beristirtahatlah untuk perjuangan esok yang lebih berat. Meski sesungguhnya hari esok belum tentu ada. Sepahit apapun perjuangan, cobalah untuk mengambil bagian, di mana pun kita bisa berkorban.

"Pemburu Surga tidak akan berhenti pada tahap mimpi. Ada yang harus duwujudkan, ada pengorbanan yang harus dikeluarkan, dan ada amal dan karya nyata yang harus dipersembahkan. Jika kita rasakan beratnya  kaki menapak dan letihnya bersabar karena menunaikan urusan pribadi. Itulah indikasi jawaban dari sebuah petanyaan, "mengapa perjuangan itu pahit?" Karena sesungguhnya Surga itu manis."

hanya orang-orang pilihanlah yang berani berazam akan menjadi orang pertama dalam mengorbankan waktu, harta dan bahkan nyawa.

((Tak Berhenti pada Sebuah Alif - Rofi' Maryam)

0 Komen:

Posting Komentar

Gunakan kata-kata yang sopan ya...