Sabtu, 15 Februari 2014

Sekeping Luka dan Tetesan Air Mata di Jalan Dakwah

Inilah jalan dakwah, jalan cinta para pejuang. Begitu banyak cerita-cerita yang mengurai tentang jalan dakwah, ya tentang sebuah perjuangan di jalan Allah. Cerita yang tak jarang mampu menggoreskan luka dalam hati, air mata yang membasahi wajah, serta peluh yang membasahi tubuh. Seperti perjuangan Rasulullah beserta para sahabat Rasulullah, bahkan yang mereka rasakan bukan hanya segores luka di dalam hati, tapi juga darah yang membasahi tubuh.
Kami sadar jalan ini bukanlah jalan yang tak terjal. Ketika kami menorehkan kebaikan justru caci dan makian yang kami dapati. Ketika kami mengingatkan justru mendapatkan tamparan hebat dari ucapan yang tak pernah ingin kami dengar. Inikah jalan cinta-Nya? Kami sadar, setiap pohon yang berdiri tegak akan ada daun-daun yang jatuh tergeletak, berguguran. Ada yang mundur perlahan bahkan menjauh dan pergi begitu saja, hanya orang-orang yang kuat dan tegar mampu untuk tetap bertahan.
Takut dan sedih terkadang menghampiri. Ketika kami benar-benar ingin membela agama Allah, ketika kami ingin melanjutkan perjuangan Rasulullah.
“Kau tahu wahai hati? Terkadang aku sesak sekali, ketika dengan mudahnya berbicara di depan orang, adik-adik atau siapa pun itu. Memberikan materi, memberikan sebongkah nasihat, memberikan ilmu yang didapat. Namun, ternyata aku belum benar-benar mampu dakwah di keluargaku sendiri. Bukan, bukan hanya aku saja yang merasakan hal  ini kebanyakan para aktivis pun merasakan apa yang kurasakan, bahkan jauh lebih dari aku.”
Kami di sini. Aku, kau, kami. Bersatu dan melingkar karena cinta-Nya. Allah sengaja mempertemukan kami di sini, di jalan ini. Untuk saling menguatkan, untuk saling mengingatkan dan menasihati. Aku mengerti apa yang kau rasa wahai engkau yang lembut hatinya, kau pun merasakan apa yang aku rasakan. Kita sama-sama merasakan hal itu, kawan. Ya, kami sadar dakwah di dalam keluargalah yang terberat. Terkadang ingin menasihati, namun mengira kami sok tahu. Kami ingin membacakan arti dari sebuah ayat al quran mau pun hadis, tapi kami takut dibilang fanatik. Lalu, haruskah kami diam begitu saja? Sementara kami melihat sesuatu yang salah, kami sadar kami memang tak sempurna. Terkadang air mata itu tak tersadar membasahi wajah, dengan wajah yang sendu, sesak yang menghampiri. Ketika keluargalah seharusnya yang mampu menguatkan, keluargalah yang mampu mendukung dan memberi semangat. Tapi sekali lagi, kami sadar, tidak semua orang memiliki pemikiran dan pemahaman seperti kami. Sekali pun keluarga, bahkan orang tua.
Sesuatu yang terkadang membuat kami sejenak diam dan termangu ialah ketika mereka bertanya, “Untuk apa sih melakukan itu? Berlebihan, emang nggak capek?”, atau “Jangan ikut yang macem-macem, ikut boleh tapi jangan terlalu aktif banget. Sekarang banyak aliran sesat, belum lagi teroris.” Atau pertanyaan lainnya.
Dalam hati, “Ketika kau mengatakan tidakkah kau capek, tidakkah kau lelah?”, maka aku kan menjawab, “Lelah itu pasti ada, tapi hidup ini adalah perjuangan. Dunia hanyalah fatamorgana yang setiap saat akan menghilang bahkan pergi, hidup tanpa perjuangan akan terasa datar dan hambar.
Kami tahu, kami sadar. Tidak selamanya keluarga kami sendiri menerima segala penjelasan kami tentang dakwah ini. Ketika kami berdakwah di dalam rumah, justru itulah hal tersulit yang kami hadapi. Tak perlu resah wahai hati, semoga Allah senantiasa membukakan pintu hati mereka dan melembutkan hatinya. Tetaplah istiqomah di jalan Allah, meski kau lelah, kau rapuh, kau jenuh, dan kau tak bisa melepaskan semua itu pada sanak keluargamu di rumah, maka masih ada Allah untuk tempat kau bersandar. Tetaplah lakukan yang terbaik untuk Allah, orang tuamu dan keluargamu. Sebab, tanpa adanya ibu dan bapakmu kau takkan lahir di dunia ini merasakan indahnya jalan dakwah ini. Jika kebanyakan orang ingin selalu membahagiakan orang tuanya dan keluarganya hanya di dunia, maka kami bukan hanya ingin membahagiakan mereka di dunia, tapi kami ingin membahagiakan mereka di jannah-Nya. Berkumpul bersama dan bertatap muka penuh dengan keteduhan dan cinta yang dikaruniai oleh Allah.

***
Begitu banyak yang dapat aku temukan di jalan ini. Bertemu dengan orang-orang shalih dan shalihah. Bertemu dengan para sahabat yang mampu membuatku bahagia, bahagia bukan hanya sekadar di dunia yang fana akan tetapi bahagia hingga akhirat. In syaa Allah. Aku, dan mereka. Kami sama-sama merasakan manis, pahit dan asamnya jalan ini, tapi kami takkan mundur. Meski di ujung sana ada banyak rintangan dan halangan yang menyergap.
Mimpi, ya mimpi kami saat itu.
Semua kata-kata itu terekam indah dan sangat rapi di memori otak. Apakah mimpi itu? Kala itu, mimpi kami ialah ingin membangun pesantren. Ya, mungkin itu sulit sangat sulit. Namun, haruskah kami mundur dan berpaling? Tidak! Kami akan tetap di sini. Tak peduli jika kami harus sering merasakan luka dan duka di hati, meski kami harus dicaci maki, meski kami harus mengeluarkan air mata. Tak perlu jua membalas keburukan dengan keburukan, bukankah keburukan itu akan sirna dan hilangnya sendiri, dan kebaikan akan bersinar terang hingga menyinari semesta alam ini.
Sering kami mendengar cerita-cerita tentang dakwah ini. Tentang dakwah Rasulullah dan para sahabat kala itu, serta orang-orang hebat yang tak pernah lelah dan berhenti untuk menapaki jalan cinta ini.
Ingatlah selalu kalimat di bawah ini, wahai hati yang mudah berubah. Semoga Allah menetapkan hatimu untuk selalu berada di jalan-Nya yang syahdu dan indah tuk dirasakan.
Bila ada 1.000 Mujahid di dunia ini, maka satu diantaranya adalah aku. Bila ada 100 Mujahid di dunia ini, maka satu diantaranya adalah aku. Bila ada 10 Mujahid di dunia ini, maka satu diantaranya adalah aku. Bila hanya ada seorang Mujahid di dunia ini, maka pastilah itu aku. Dan bila sudah tidak ada lagi Mujahid di dunia ini, maka yakinlah bahwa aku telah syahid. -Imam As-Syahid Hasan Al-Banna
Semangat dakwah! 

0 Komen:

Posting Komentar

Gunakan kata-kata yang sopan ya...