Sabtu, 26 April 2014

PAKSAKAN DIRI DIAWAL MELAKUKAN AMAL SHALEH AGAR TERBIASA


Dalam Kitab Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali mengatakan bahwa, “Siapa saja yang di dalam pangkal fitrahnya belum didapati sifat baik, misalnya, maka hendaklah ia memaksakan diri berbuat baik; barang siapa yang tidak diciptakan memiliki sifat tawadhu, hendaklah ia berusaha keras bersifat tawadhu sampai terbiasa. Demikian pula mengenai sifat-sifat yang lain, harus diterapi dengan melakukan kebalikannya sampai tujuan baik tercapai. Dengan cara melaksanakan ibadah secara kontinyu dan melawan syahwat dengan terus-menerus warna batin akan menjadi menarik.”

Dari hadits dan penjelasan Imam Ghazali tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang Muslim untuk menuju kesempurnaan iman dan takwanya memang tidak bisa menempuh jalur apa pun, kecuali memiliki tekad kuat untuk membiasakan dirinya tunduk pada ketentuan syariah Allah sebagaimana telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم.

Ibadah, mungkin lezat bagi yang sudah terbiasa dan merasakan manfaatnya. Tetapi tidak demikian bagi yang belum terbiasa. Oleh karena itu Ibnu Qayyim berkata, “Suatu yang bermanfaat bagi manusia, rata-rata tidak mengenakkan, namun suatu yang membahayakan rata-rata mengasyikkan, dan sebab kehancurannya adalah suatu hal yang menyenangkan.”

Bangun di tengah malam misalnya, jelas ini bukan perkara yang asyik bagi yang belum terbiasa, tetapi siapa yang mampu membiasakan diri bangun malam, niscaya momentum tengah malam itu akan sangat menyenangkan. Sebab, ada manfaat langsung yang dirasakan ketika melakukan amalan sunnah Nabi yang utama itu.

Seperti orang yang baru belajar mengemudikan mobil. Ketika ia baru belajar, seluruh pikirannya seolah berada dalam tekanan. Tangan, kaki bahkan leher nampak seperti sangat kaku. Menginjak pedal gas pun ragu-ragu, apalagi ketika harus menginjak dan melepas pedal kopling. Tetapi, seiring dengan kerasnya latihan, akhirnya mengemudikan mobil sama sekali bukan beban.

Rasulullah mengingatkan kita, “Bersegeralah untuk beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan yang membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas, sakit yang merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang tiba-tiba menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang ditunggu, saat kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya yang amat pedih.” (HR. Tirmidzi).


sumber: https://www.facebook.com/pages/Yusuf-Mansur-Network/109056501839

0 Komen:

Posting Komentar

Gunakan kata-kata yang sopan ya...